Sepucuk surat untukmu, pria masa laluku yang sedang berbahagia.

Dear kamu,

Hai.. Pasti kau kaget menerima surat dariku ini. Apa kabarmu sekarang? Bagaimana pekerjaanmu? Apakah kau masih menjalani hobimu? Sudah berapa banyak tempat yang kau jelajahi untuk kau abadikan matahari terbit dan terbenamnya? Sebanyak apakah alam yang kau bidik dari lensa kamera kesayanganmu itu? Aku yakin, koleksi fotomu pasti sudah mendekati ribuan. Bukankah begitu?

Lewat surat ini, aku ingin sejenak mengajakmu untuk menengok masa lalu kita. Bercerita tentang indah kisah yang kita ukir di sana. Menikmati setiap ceritanya lalu tersenyum bersama. Sekali lagi aku katakan, aku hanya mengajakmu menengok, bukan untuk kembali. Kamu ingat saat kita berada di Pantai Balangan dan menjadikan batu karang sebagai tripod karena kau lupa membawa tripodmu? Atau tentang seorang turis berbadan tinggi besar di Uluwatu yang tiba-tiba berdiri di sampingku lalu berjongkok mengikuti tinggi tubuhku dan memintamu untuk memotret kami? Atau tentang seniman di Jogja yang meminta imbalan ketika kamu memotretnya? Atau tentang Tugu Jogja yang kita jelajahi di dini hari agar kau mendapat spot foto yang paling sepi? Atau tentang blusukan untuk mendapatkan foto satu buah pohon yang berdiri di tengah-tengah hamparan kebun teh puncak Bogor? Atau tentang duduk di bebatuan pinggir pantai Ancol hanya untuk memotret jembatan cinta yang penuh dengan ratusan manusia? Ahh..semua kisah yang pastinya masih kau ingat, bukan?

Terlalu banyak kisah yang terjadi selama beberapa tahun kebersamaan kita di masa lalu. Bulan ini adalah tepat satu tahun kita saling melepaskan. Banyak hal yang terjadi dalam satu tahun ini. Aku sudah mendengar tentang sosok wanita yang menggantikan posisiku di hatimu. Bahkan aku sudah sempat melihatnya secara langsung. Pasti kau bertanya-tanya dimana aku bertemu dia. Pernah sekali waktu aku melihatmu dengannya di sebuah pusat perbelanjaan. Memang kita tak sempat bertegur sapa karena dari kejauhan aku melihat tawa lepasmu bersamanya.

Kau juga pasti sudah mendengar tentang sesosok laki-laki baru yang hadir di hidupku dan menggantikan posisimu. Aku kira dia adalah sosok yang akan menua bersamaku dalam ikatan suci pernikahan. Tapi kenyataan berkata lain. Dia meninggalkanku tepat di beberapa belas hari sebelum ikrar suci pernikahan kami tanpa sepatah kata penjelasan. Sampai saat ini pun aku tak pernah tahu apa yang sebenarnya ada di benaknya. Ahh sudahlah. Tak usah membahas si pengecut itu. Terlalu memuakkan!

Kita memang sudah tak lagi bersama. Tapi bagiku, darimulah aku mendapatkan banyak hal berharga dalam hidupku. Kamu selalu bisa menghadapi emosi labilku dengan caramu. Kamu selalu bisa mengendalikan sifat kekanak-kanakanku. Sikap tenang dan penuh pengertianmu itulah yang menuntunku menuju kedewasaan. Aku beruntung pernah menjadi wanita yang kau perjuangkan. Aku bersyukur pernah merasakan kasih sayang tulus darimu. Aku berterima kasih karena kau telah mengemas perpisahan kita dengan sangat manis hingga aku tak mengerti apa itu sakit hati.

Tuhan sudah sangat adil mengatur kehidupan kita. Katamu DIA pasti mempertemukan dan memisahkan kita karena sebuah alasan yang paling baik untuk kita. Saat ini aku memang belum menemukan sosok pria yang menemaniku dengan sebuah kebersamaan halal hingga bisa menua bersamanya. Tapi kau selalu bilang, tak perlu aku menghabiskan waktu untuk berpikir siapa dia dan darimana dia berasal. Karena tanpa dipikir pun, sosok luar biasa itu pasti akan datang juga, pada waktu yang tepat.

Pada akhirnya, kita hanya bisa menyimpan kisah yang pernah kita lewati berdua. Kisah penuh kenangan yang kelak mungkin akan kita ceritakan pada anak dan cucu kita. Kau tak akan pernah hilang dari hatiku. Aku sudah meletakkanmu di tempat paling nyaman dalam hatiku. Bukan sebagai masa depan yang aku tuju tapi sebagai masa lalu yang pernah aku miliki.

Kali ini aku hanya ingin menyampaikan sebuah ucapan padamu. Selamat kau telah menemukan belahan jiwamu. Aku bahagia karena akhirnya ada sosok yang bisa sepenuhnya berada di altar bersamamu. Aku tenang karena sekarang kau tak lagi memasuki tempat ibadahmu seorang diri. Aku lega karena sekarang ada tangan yang bisa kau genggam selama kau beribadah. Aku bersyukur karena ada wanita yang bisa mengajari Doa Bapa Kami pada anak-anakmu kelak. Selamat berbahagia, pria masa laluku. Semoga Tuhanmu selalu melindungi keluarga kecilmu. Selamat menantikan kelahiran buah hati pertamamu.

Dari aku,
Wanita yang pernah menyebut Tuhan dengan nama yang berbeda denganmu.

Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Kisah yg sama. Bahkan sy pernah mnjalaninya dgn 2 org yg berbeda. Yang menyebut Tuhan dgn nama yg berbeda dari sy. Namun dari kedua org teraebut saya mengetahui bagaimana cara melepaskan org lain tanpa rasa sakit. 😊

    BalasHapus
  3. Kisah yg sama. Bahkan sy pernah mnjalaninya dgn 2 org yg berbeda. Yang menyebut Tuhan dgn nama yg berbeda dari sy. Namun dari kedua org teraebut saya mengetahui bagaimana cara melepaskan org lain tanpa rasa sakit. 😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai kak, salam kenal ya.. Iya kak, betul, ada pelajaran dan hikmah yang bisa kita ambil dari semua peristiwa ini. Semangat!

      Hapus

Posting Komentar