Hai kamu!


Malam ini aku ingin menulis lagi tentangmu. Tentang kita. Tunggu. Jangan dulu protes. Aku menulis ini bukan karena aku merindukanmu. Bukankah sudah pernah aku tulis kalau rinduku sudah hilang tak berjejak? Merindukanmu saja aku sudah lupa rasanya. Apalagi mengharapkanmu kembali. Itu sudah tak ada lagi dalam kamus hidupku. Jadi jangan kau pikir, dengan masih menulis tentangmu, itu artinya aku masih menyimpan secercah asa untukmu. Sudah tak ada lagi.

Kau memang masih menjadi yang utama. Topik utama saat aku bercengkerama dengan hatiku. Namamu masih jadi salah satu nama yang selalu aku sebut saat aku menengadahkan tanganku padaNya. Kamu masih menjadi sosok utama yang mendominasi pikiranku. Tokoh utama yang merasuki jiwaku. Kau juga masih menjadi sosok yang spesial untukku. Mungkin tak ada lagi sosok spesial lain yang bisa menggantikan posisimu. Jangan dulu berbesar hati. Apalagi berbesar kepala saat kau membaca rangkaian kata dalam kalimat yang aku tulis tentangmu ini. Kau memang spesial. Tapi bukan sebagai kekasih. Apalagi sebagai pendamping hidup. Kau adalah teman tumbuh di masa laluku. Kau spesial karena kau turut andil dalam membentukku menjadi wanita yang tangguh. Peranmu dalam hal ini sangat banyak. Aku rasa, hanya darimu aku mendapatkan kedewasaan, kemandirian, keikhlasan, kelegowoan, ketangguhan, kemarahan, kesedihan, kebahagiaan, kekuatan, dalam satu waktu yang sama. Tak ada teman masa laluku yang memberikanku sepaket tawa dan tangis seperti dirimu. Itulah mengapa kau ku sebut spesial.

Oh iya, aku sampai lupa menanyakan kabarmu. Apa kabar kamu? Apa kau masih suka makan nasi putih dengan porsi yang banyak? Sudah tak pernah lagi kah kau makan nasi merah seperti yang biasa aku buatkan untukmu? Makan siangmu pasti berantakan karena tak ada lagi bekal makan seperti biasa. Masih jugakah kau malas makan sayur? Ahhh..aku rasa perutmu itu semakin buncit saja. Karena karbohidrat dan lemak yang selalu kau konsumsi berlebihan.

Bagaimana pekerjaanmu? Apakah tas ranselmu masih selalu penuh dan berat? Adakah kota yang kamu kunjungi selama beberapa minggu terakhir? Masihkah malammu kau lewatkan dengan duduk di depan meja kerja kantormu dengan setumpuk berkas-berkas itu? Siapa yang sekarang suka kau ajak berkeluh kesah tentang pekerjaanmu yang tak pernah ada habisnya itu? Apakah kau juga masih terbiasa mengendarai motormu tanpa menggunakan jaket?

Teras, ruang tamu, ruang tengah, kamar-kamar, dapur, kamar mandi, tempat cuci baju, pasti kau jarang menyapu dan membersihkan debu-debu yang menempel. Tirai dan sprei di kamarmu pasti juga belum kamu ganti. Bukankah aku selalu bilang bahwa paling tidak seminggu sekali kamu harus peduli sama keadaan rumah kontrakanmu. Sabtu pagimu masih sibuk dengan segunung cucian kah? Masih adakah bajumu yang kelunturan? Berkali-kali sudah aku ingatkan, pisahkan seragam kantor dengan baju-baju harianmu. Repot ya mengurus semua cucian dan jemuranmu? Biasanya kan Sabtu pagi kau selalu menjemputku di messku, membawaku ke rumah kontrakanmu, lalu aku berkutat dengan dapur, membuatkanmu sarapan sebelum aku bertempur dengan cucian yang selalu bergunung-gunung setiap minggu, sedangkan kamu tinggal menunggu sarapan dengan menonton televisi di kamarmu.

Apa saja isi kulkasmu sekarang? Pasti makanan instan semua. Kapan kau mau beli sayur untuk asupan seratmu? Ingatkah sama hasil laboratorium saat medical check up terakhirmu? Kolesterolmu meningkat. Sudah selalu aku cerewetin kan untuk mengurangi makanan yang berminyak-minyak? Asam uratmu juga meningkat. Hobimu sepertinya juga masih belum berubah. Sering-sering saja konsumsi bebek goreng penuh lemak dan purin itu kalau kau mau sendi-sendimu bengkak karena hiperurisemia. Ahh..kau terlalu menganggap remeh semua itu kan? Lihatlah berat badanmu yang pasti semakin hari semakin bertambah. Kapan kau benar-benar mau menyadari kalau pola makanmu sudah terlalu berantakan?

Rindukah kau dengan senja yang selalu kita nikmati keindahannya saat weekend? Masih seringkah kulitmu yang sudah mulai menggelap itu bermandikan sinar matahari pantai? Berlarian dengan siapa kau jika ke pantai yang sepi itu? Apakah kau sudah bisa snorkling dengan lebih baik lagi? Ataukah kau sudah mulai berani mencoba diving? Siapa yang kau ajak narsis dengan tongsis yang bisa juga berfungsi sebagai tripod yang ditancapkan ke pasir? Adakah yang menemanimu tertawa sambil menikmati suara deburan ombak kecil di pantai?

Minggu pagimu masih dihabiskan dengan futsal? Pulang futsal kau pasti menghabiskan sepiring nasi kuning dengan bermacam-macam lauknya atau sepiring nasi putih dengan opor ayam yang tentunya lagi-lagi tanpa sayur. Ataukah ada yang menyambutmu di rumah kontrakanmu dengan masakan lengkap bahkan beberapa potong buah? Biasakan sepulang futsal itu untuk mengambil baju-baju yang ada di jemuran. Jangan asal dilempar ke atas kasur. Lipatlah yang rapi meski tidak langsung kau setrika. Ataukah baju-baju itu berhari-hari masih kau biarkan tetap di jemuran? Kebiasaanmu masih belum berubah juga kah?

Ohh iya, seharusnya tak perlu aku bertanya sedetail ini atau mengkhawatirkanmu. Bukankah kau membatalkan acara pernikahan kita yang tinggal dua minggu lagi itu karena ada sosoknya? Sosok wanita yang kau panggil dengan sebutan “ibu negara”. Yang kau posting di instagrammu saat dia memandumu membuat sepiring spaghetti, beberapa hari setelah kau batalkan acara sakral yang sudah kita siapkan berdua. Ahh aku benar-benar lupa. Sekarang sudah ada sosoknya. Bagaimana “ibu negara”mu?

Apakah dia bisa melakukan tugas negaranya dengan baik? Masakannya seenak masakanku kah? Pengetahuannya tentang bahan makanan sebagus aku kah? Bisakah dia memilih dan mengolah makanan yang rendah koleterol dan rendah purin untukkmu yang sedang mengalami hiperkolesterol dan hiperurisemia? Kalaupun dia bisa, apakah dia tahu jenis-jenis makanan yang boleh atau tidak boleh untukmu dari internet atau memang dia sudah tahu dari dulu?

Ehh tapi dia bukan ahli gizi sepertiku kan? Jadi aku rasa, dia pasti tak tahu banyak bagaimana merawat kolesterol dan asam urat di tubuhmu agak tak menggila. Apakah dia bisa menyelesaikan pekerjaan rumah seperti yang selalu aku lakukan dulu? Baikkah perlakuannya ke kamu? Komplainkah dia setelah tahu sebagian gajimu selalu lenyap hampir 95% setiap bulannya? Sudah merengekkah dia meminta televisi yang lebih besar agar kalian bisa punya bioskop di rumah? Terima kah dia dengan kulkas satu pintumu yang sudah mulai usang itu? Ataukah kalian sudah membicarakan mahar pernikahan sepaket gadget bermerk buah yang setengahnya sepertinya sudah dimakan tikus itu? Upss..harusnya aku tak perlu mengetahui tentang bagaimana hubungan kalian berdua sekarang.

Tenang saja, aku tak akan menganggu kebahagiaan kalian berdua. Meskipun aku tahu siapa dia, aku tak akan datang ke hadapannya untuk mengoyak tubuhnya atau malah mencincang dagingnya untuk aku buat bakso. Aku juga tak akan menyiram wajahmu dengan air keras. Atau meracuni minumanmu dengan sianida atau sejenisnya. Tenang saja. Aku tak akan bertindak serendah itu meski kau sudah merendahkanku dan keluarga besarku.

Aku menyapamu kali ini bukan karena aku merindukanmu. Sekali lagi, aku ulang, bukan karena aku merindukanmu. Aku hanya ingin menyampaikan, mimpiku yang pernah aku sampaikan padamu dan pernah kita susun berdua, sudah mulai aku dapatkan satu per satu, dengan kerja keras dan usahaku sendiri. Kali ini aku menuntut diriku sendiri untuk meraih semuanya, satu per satu. Tenang saja. Tak akan ada tuntutan atau menuntut kamu memenuhi semua mimpi kita seperti yang kamu koarkan di orang-orang sekitarmu sebagai alasanmu untuk menginjakku. Aku mulai mendapatkan titik terang untuk meraih semuanya sendiri, tanpa kamu.

Kamu bangun saja negaramu bersama ibu negaramu itu. Konsentrasilah membangun setiap detail negaramu. Berhati-hati jangan sampai kau membawanya berjalan dan tersandung batu karang.  Batu karang yang tumbuh dari kerikil-kerikil yang sempat kau taburkan pada jalan hidupku dan keluargaku saat ini. Hiduplah dengan baik bersamanya. Berilah dia penjelasan mengapa 95% gajimu terpotong secara otomatis setiap bulannya sampai delapan tahun ke depan. Tawarkan dia untuk hidup tanpa perencanaan masa depan yang matang. Siapa tahu saja dia sejalan dengan yang kamu pikirkan untuk berkenan hidup let it flow tanpa menyusun rencana dan strategi agar bisa memiliki sebuah istana mungil, memiliki dapur yang cantik dengan peralatan-peralatan tempur yang ciamik, memiliki perabotan rumah tangga yang lebih baik, memiliki tabungan pendidikan untuk anak-anak, memiliki tabungan pensiun, memiliki tabungan untuk kesehatan, dan memiliki kehidupan masa depan yang lebih layak.

Hiduplah dengan cara pikirmu itu dan hentikan omong kosongmu tentang tuntutan, menuntut dan dituntut yang mencatut namaku itu. Karena bagiku, hidup itu berawal dari mimpi. Mimpi direalisasikan dengan perencanaan yang matang lalu meraih semuanya satu per satu. Berbahagialah dengan ibu negaramu. Berhati-hatilah agar negaramu nanti tak terguncang gempa atau malah habis tak bersisa di gulung tsunami. Mencobalah untuk berpikir dan menyadari, bahwa DIA memunculkan gempa atau tsunami itu karena sebuah sebab. Karena bisa saja, sakit hatiku dan keluarga besarku menjadi salah satu penyebab gempa dan tsunami menghampiri negara antah berantah yang sedang kau bangun bersama ibu negaramu itu.

Salam dari aku,
Gadis yang masih merangkak untuk melupakanmu tapi sudah berlari jauh dari merindukanmu..

Komentar

  1. hai ka valen, beberapa waktu lalu saya baca tulisan kaka di weepe ( kalo ga salah entah apa nama webnya ) dan sekarang saya mengalaminya, kebalikannya dari kaka karena saya laki2.. sungguh menyentuh dan menginspirasi untuk saya. terimaksih kak

    BalasHapus

Posting Komentar